Tuesday, September 2, 2014

SEPATU UDA ZUL, 28 Agustus 2014

SEPATU UDA ZUL, PASAR ANYAR 2014. Ditukar dengan selembar uang berwarna merah, dan masih ada kembalian yang cukup untuk lima kali naik angkot. Asli buatan bogor. Dari sepatu -untuk anak saya ini - berdialog panjanglah saya dengan Uda Zul, atau Dazul untuk mudahnya, di tokonya dalam panas Pasar Anyar Bogor beberapa hari lalu.

Kami membeli sepatu dari Dazul, selain karena dia klien asuransi istri saya, juga selalu banyak cerita. Tentu orang yang banyak cerita bisa diduga kaya pengalaman hidupnya. Umur kami hampir sebaya, sehingga bahasa kami nyambung saja. Walau dia Padang, saya Jawa.

Kisahnya dimulai saat dia merantau dari kampungnya di kaki gunung singgalang duapuluh tahun lalu. Sebagaimana galibnya lelaki minang, dia merantau hanya berbekal tekad dan doa dari orang tua. Bukan Jakarta yang dituju, tapi Bali. Karena kabarnya Bali adalah tanah para dewa. Dazul ingin bertemu dewa.

Alih-alih sampai Bali, dia justru di terdampar di pulau Lombok. Dari mulai kuli bangunan, berdagang baju hingga bertemu peruntungan saat berdagang sepatu. Dazul tidur di kolong langit, di halaman ruko bahkan bangku di terminal. Pahit. Tapi disanalah dia ditempa.

Saat berdagang sepatu, dia mendengar bahwa pusat produksi sepatu "rakyat" ada di Bogor. Dia berangkat ke Bogor, bertemu tauke yang memasoknya dan memindahkan nasibnya ke kota hujan. Dia berdagang sepatu di halaman stasiun, mengumpulkan labanya dan mulai membangun kerajaan bisnisnya.

Kini, dia bercerita di hadapan saya dengan cincin berkilau, uang pertanggungan asuransi untuk keluarganya yang milyaran jumlahnya, polis investasi yang lumayan besarnya, hingga dua ruko yang kini disewakannya. Agak mengherankan buat saya melihatnya menyiapkan ini semua, bahkan teman-teman saya yang jauh lebih pintar saja tak melakukannya.

Dari Dazul saya belajar, saat dia berkata,"Saya dulu sangat sengsara, sekarang saya berjaya. Bolehlah saya berfikir, bahwa saat saya sudah tiadapun, istri dan lima anak saya tetap berjaya".

Kami janjian, pulang ke Padang tahun depan, akan konvoi pakai mobil membelah trans sumatera.

Photo: SEPATU UDA ZUL, PASAR ANYAR 2014.  Ditukar dengan selembar uang berwarna merah, dan masih ada kembalian yang cukup untuk lima kali naik angkot.  Asli buatan bogor.  Dari sepatu -untuk anak saya ini - berdialog panjanglah saya dengan Uda Zul, atau Dazul untuk mudahnya, di tokonya dalam panas Pasar Anyar Bogor beberapa hari lalu.

Kami membeli sepatu dari Dazul, selain karena dia klien asuransi istri saya, juga selalu banyak cerita.  Tentu orang yang banyak cerita bisa diduga kaya pengalaman hidupnya.  Umur kami hampir sebaya, sehingga bahasa kami nyambung saja.  Walau dia Padang, saya Jawa.

Kisahnya dimulai saat dia merantau dari kampungnya di kaki gunung singgalang duapuluh tahun lalu.  Sebagaimana galibnya lelaki minang, dia merantau hanya berbekal tekad dan doa dari orang tua.  Bukan Jakarta yang dituju, tapi Bali.  Karena kabarnya Bali adalah tanah para dewa.  Dazul ingin bertemu dewa.

Alih-alih sampai Bali, dia justru di terdampar di pulau Lombok.  Dari mulai kuli bangunan, berdagang baju hingga bertemu peruntungan saat berdagang sepatu.  Dazul tidur di kolong langit, di halaman ruko bahkan bangku di terminal.  Pahit.  Tapi disanalah dia ditempa.  

Saat berdagang sepatu, dia mendengar bahwa pusat produksi sepatu "rakyat" ada di Bogor.  Dia berangkat ke Bogor, bertemu tauke yang memasoknya dan memindahkan nasibnya ke kota hujan.  Dia berdagang sepatu di halaman stasiun, mengumpulkan labanya dan mulai membangun kerajaan bisnisnya.  

Kini, dia bercerita di hadapan saya dengan cincin berkilau, uang pertanggungan asuransi untuk keluarganya yang milyaran jumlahnya, polis investasi yang lumayan besarnya, hingga dua ruko yang kini disewakannya.  Agak mengherankan buat saya melihatnya menyiapkan ini semua, bahkan teman-teman saya yang jauh lebih pintar saja tak melakukannya.

Dari Dazul saya belajar, saat dia berkata,"Saya dulu sangat sengsara, sekarang saya berjaya.  Bolehlah saya berfikir, bahwa saat saya sudah tiadapun, istri dan lima anak saya tetap berjaya".

Kami janjian, pulang ke Padang tahun depan, akan konvoi pakai mobil membelah trans sumatera.

No comments:

Post a Comment