Wednesday, August 20, 2014

TAK LENGKAP, TAPI MELENGKAPI

TAK LENGKAP, TAPI MELENGKAPI. Menonton ulang video sesi sharingnya di sebuah sekolah, membuat saya tercenung tadi pagi. Dia tak bertangan, dan tak berkaki. Bahkan ginjalnyapun tak genap.

Tapi dia bercita-cita tinggi. Mungkin lebih tepat menyebutnya sebagai mimpi. Dia ingin bisa berenang, dan dia belajar berenang. Dia berangan mengayun stik golf, dan dia memainkannya. Dia tak punya tangan, dan juga kaki tapi dia bisa melakukannya.

Dia bersyukur dan berbahagia.

Coba lihat wajah tua kita dalam cermin. Pergi jalan-jalan tak bisa, alasannya jalan-jalan itu milik para pemuja dunia. Naik haji atau umroh tak sanggup, alasannya nada panggilan belum berdegub. Maka alih-alih membagikan kegembiraan, kebahagiaan dan keberlimpahan, yang bisa dibagikan oleh wajah tua dalam cermin itu hanya berbuncah galau, segunung kekhawatiran dan ujung-ujung runcing kecurigaan.

Nick Vujicic, saya -agak yakin- bukan pemuja dunia. Dia sudah berkeliling dunia, termasuk datang ke Indonesia, berbagi optimisme, semangat dan keyakinan : bahwa Tuhan tidak akan melakukan salah desain pada makhluknya. Tuhan sudah memberi "modal" bagi manusia, untuk menjadi makhluk berkelimpahan. Hanya saja, kita selalu kurang memahaminya. Mata kita terbuka, tapi kita buta.

Nick : dia tak lengkap, tapi dia melengkapi kita. Dia jelas tak berkekurangan, karena dia sudah berbagi.

Photo: TAK LENGKAP, TAPI MELENGKAPI.  Menonton ulang video sesi sharingnya di sebuah sekolah, membuat saya tercenung tadi pagi.  Dia tak bertangan, dan tak berkaki.  Bahkan ginjalnyapun tak genap.

Tapi dia bercita-cita tinggi.  Mungkin lebih tepat menyebutnya sebagai mimpi.  Dia ingin bisa berenang, dan dia belajar berenang.  Dia berangan mengayun stik golf, dan dia memainkannya.  Dia tak punya tangan, dan juga kaki tapi dia bisa melakukannya.

Dia bersyukur dan berbahagia.

Coba lihat wajah tua kita dalam cermin.  Pergi jalan-jalan tak bisa, alasannya jalan-jalan itu milik para pemuja dunia.  Naik haji atau umroh tak sanggup, alasannya nada panggilan belum berdegub.  Maka alih-alih membagikan kegembiraan, kebahagiaan dan keberlimpahan, yang bisa dibagikan oleh wajah tua dalam cermin itu hanya berbuncah galau, segunung kekhawatiran dan ujung-ujung runcing kecurigaan.

Nick Vujicic, saya -agak yakin-  bukan pemuja dunia.  Dia sudah berkeliling dunia, termasuk datang ke Indonesia, berbagi optimisme, semangat dan keyakinan : bahwa Tuhan tidak akan melakukan salah desain pada makhluknya.  Tuhan sudah memberi "modal" bagi manusia, untuk menjadi makhluk berkelimpahan.  Hanya saja, kita selalu kurang memahaminya.  Mata kita terbuka, tapi kita buta.

Nick :  dia tak lengkap, tapi dia melengkapi kita.  Dia jelas tak berkekurangan, karena dia sudah berbagi.

HIDUP SEDEMIKIAN NIKMAT

Hidup kok sedemikian menakjubkan nikmatnya. Habis sholat subuh tidur lagi, bangun kesiangan. Berangkat kerja kemana-mana cuma bawa map, kaosan polo dan sedikit dibumbui gaya pakai mobil impor bikinan ngamerika (bangga? Enggak, biasa ajah)

Ketemu juragan, hanya bilang : " bener bos, uang bapak bos nggak akan hilang, malah dikembangin. Nggak pakai riba, karena ini macam tanam saham saja seperti yang biasa bos lakukan. Namanya investasi bos dan bos pasti paham. InsyaAllah, limatahun ke depan bos bisa makin kaya minimal 1.5 kali dari sekarang. Udah gitu bos, kalau bos misalnya umurnya jatuh tempo, ada tambahan warisan buat anak bini bos. Gimana?

Juragan setuju, tandatangan, kopi saya dibayarin dan saya -InsyaAllah- November jalan-jalan ke Korea.

Alhamdulillah, Menakjubkan banget nikmatnya.
 — at Beranda Kitchen,coffee&terrace Lounge.

Photo: Hidup kok sedemikian menakjubkan nikmatnya.  Habis sholat subuh tidur lagi, bangun kesiangan.  Berangkat kerja kemana-mana cuma bawa map, kaosan polo dan sedikit dibumbui gaya pakai mobil impor bikinan ngamerika (bangga? Enggak, biasa ajah)

Ketemu juragan, hanya bilang : " bener bos,  uang bapak bos nggak akan hilang, malah dikembangin.  Nggak pakai riba, karena ini macam tanam saham saja seperti yang biasa bos lakukan.  Namanya investasi bos dan bos pasti paham.  InsyaAllah, limatahun ke depan bos bisa makin kaya minimal 1.5 kali dari sekarang.  Udah gitu bos, kalau bos misalnya umurnya jatuh tempo, ada tambahan warisan buat anak bini bos.  Gimana?

Juragan setuju, tandatangan, kopi saya dibayarin dan saya -InsyaAllah- November jalan-jalan ke Korea.

Alhamdulillah, Menakjubkan banget nikmatnya.

BERBAGI ITU INDAH

Berbagi itu indah. Walau hanya berbagi senyum dan cerita gembira. Apalagi di depannya ada segerombol air mineral botol. Selamat berbagi hari ini... (Terimakasih mbak Peni atas hasil jepretannya)

Photo: Berbagi itu indah.  Walau hanya berbagi senyum dan cerita gembira.  Apalagi di depannya ada segerombol air mineral botol.  Selamat berbagi hari ini... (Terimakasih mbak Peni atas hasil jepretannya)

NGOPI DARURAT PERANG

NGOPI DARURAT PERANG. Bagi tukang sruput kopi selayaknya saya, beginilah hakekat mengopi yang sesungguhnya, tanpa sachet, tanpa kemasan. Hanya aroma, asam dan pekat kopi di mulut belaka.

Raup segenggam biji kopi kering, kasusnya saya malam ini kopi single origin bengkulu, sangrai alias goreng minyak blas. Sedikit mentega konon bikin gurih, tapi rada bikin kopinya berminyak. Bila warnanya sudah agak gelap, seperti kulit saya, angkat dan tumbuk. Bayangkan orang yang anda benci, seolah tumbuk mukanya sepenuh hati, dan tuang tumbukan ke kertas saring. Dalam kondidi darurot, pakai kaos butut -asal bersih - pun jadi sebagai penyaringnya.

Siram dengan air yang sudah dijerang, mendidih tapi didiamkan 10 menit. Voila... Jadilah secangkir "americano van darurato". Layak disruput malam minggu, sambil mengudap sepiring jadah -tanpa haram- bakar.

Sekali lagi, Bahagia itu Sederhana.

Photo: NGOPI DARURAT PERANG.  Bagi tukang sruput kopi selayaknya saya, beginilah hakekat mengopi yang sesungguhnya, tanpa sachet, tanpa kemasan.  Hanya aroma, asam dan pekat kopi di mulut belaka.

Raup segenggam biji kopi kering, kasusnya saya malam ini kopi single origin bengkulu, sangrai alias goreng zonder minyak blas.  Sedikit mentega konon bikin gurih, tapi rada bikin kopinya berminyak.  Bila warnanya sudah agak gelap, seperti kulit saya, angkat dan tumbuk.  Bayangkan orang yang anda benci, seolah tumbuk mukanya sepenuh hati, dan tuang tumbukan ke kertas saring.  Dalam kondidi darurot, pakai kaos butut -asal bersih -  pun jadi sebagai penyaringnya.

Siram dengan air yang sudah dijerang, mendidih tapi didiamkan 10 menit.  Voila... Jadilah secangkir "americano van darurato".  Layak disruput malam minggu, sambil mengudap sepiring jadah -tanpa haram- bakar.  

Sekali lagi, Bahagia itu Sederhana.

SUATU TEMPAT, 2007

SUATU TEMPAT, 2007. Bila aku ke kanan, maka engkau akan mengikutiku ke kanan. Bila aku terbang, maka kurengkuh tanganmu, agar engkau bisa ikut terbang bersamaku. Tinggi.

Sore yang sendu, waktu yang nikmat untuk bernostalgia. Di suatu tempat, tahun 2007, kami mulai pergulatan baru itu. Berdagang. Dia mendukungku, aku mendukungnya. Kami tak bekerja sama, tapi bekerja bersama-sama.

Bukankah kesulitan setiap lelaki itu sama ? Dia harus meyakinkan dirinya sendiri, sebelum meyakinkan potongan tulang rusuknya. Bila dirinya sendiri tak penuh yakin, bagaimana pasangannya bisa mempercayai konsep hidup yang akan diputuskannya.

Kami tak cuma bekerja sama, kami bekerja bersama. Dia memotong, menggoreng tak cuma menonton dan menunggu berita. Bahkan si kecilpun ikut berpeluh menuang minuman untuk para pelanggannya. Dia tahu setiap detil yang aku tahu.

Kini, tujuh tahun setelah itu, dia sedang berjuang membangun "kerajaan impiannya". Aku merengkuh tangannya, agar bisa terbang bersama. Bila mungkin, selamanya.
 (4 photos)

HIDUP INI LUCU

Dari Launching buku SELFIE, mbak Karin bersama Driffaroza Ocha ... Hidup kita ini lucu, saat ditulis dan dibaca kembali. Yang hidupnya sulit, tentu karena tak sempat membaca kembali hidupnya.

Photo

LELAKI BERJAS DENGAN FERRARI MERAH

LELAKI BERJAS DENGAN FERRARI MERAH. Dia berjalan gontai di siang yang terik, berpayung jajaran gedung tinggi di jalanan Wall Street. Bisnisnya bangkrut, dan secara ekonomis hidupnya sekarat. Dia tak punya harapan.

Seorang lelaki, dengan jas perlente turun dari Ferrari merah. Wangi, tepat di depannya. Dengan segala syak, dia bertanya,"Apa yang kau kerjakan, hingga bisa berjas rapi dan bermobil keren seperti ini. Bolehlah kau ajarkan caranya padaku". Lelaki perlente itu hanya menjawab singkat sambil berlalu," Saya seorang Pialang Saham, dan kau pasti bisa".

Dia terngiang dan mencari tahu. Dia membuka diri dan belajar.

Dengan modal tekad , semangat dan satu stel pantalon menempel di badan, dia mencari tahu, menelisik, beraksi dan berjuang. Dia tidur di toilet stasion saat magang, karena terusir dari apartemen yang tak mampu dibayarnya : bersama anak lelaki satu-satunya. Ucapan pria berjas dengan mobil ferarri mengubah hidupnya menjadi penuh obsesi. Obsesi untuk sukses dan mengubah hidup.

Alih-alih menyerah karena berbagai halangan, dia justru gagah bernasehat pada anaknya," Kalau kau punya mimpi, jaga mimpimu. Jangan biarkan orang lain mencuri mimpi besarmu. Kamu harus menjaga dan berjuang menggapai mimpimu, sekuat tenaga". Dia lelaki tangguh dengan mimpi besar.

Kini dia, Chris Gardner, memiliki Firma Pialang Sahamnya sendiri. Dia berbicara di berbagai belahan dunia, berbagi semangat dan motivasi. Hidupnya berubah, kini dia - yang dulu miskin, susah dan terusir - menjadi pria berjas dan bermobil Ferrari.

Dalam kehidupan, penting untuk kita menemukan "Pria Berjas dengan Mobil Ferrari". Hanya saja, kita sering menutup diri, sombong tidak jelas dan tinggi hati pada kenyataan. Merasa paling hebat dengan apa yang telah kita raih. Kita tak mau -walau sekedar- bertanya, apalagi belajar dan bersusah-susah mengikuti "proses baru" menuju sukses.

Pria berjas dengan mobil Ferrari, ada di pertemuan-pertemuan selaturahmi : seminar, halal-bihalal atau kendurian. Hanya dibutuhkan sedikit kerendahan hati (untuk bertanya) dan akal sehat (untuk belajar serta mencerna) agar bisa menjadi seperti mereka.

Benar adanya kata orang tua kita : Silaturahmi itu memperpanjang rezeki. Chris Gardner, yang tak saya kenal, di buku (dan filmnya) "On Pursuit of Happyness" sudah sudi berbagi, bahwa : Hidup itu Harus Diperjuangkan.

Photo: LELAKI BERJAS DENGAN FERRARI MERAH.  Dia berjalan gontai di siang yang terik, berpayung jajaran gedung tinggi di jalanan Wall Street.  Bisnisnya bangkrut, dan secara ekonomis hidupnya sekarat.  Dia tak punya harapan.

Seorang lelaki,  dengan jas perlente turun dari Ferrari merah.  Wangi,   tepat di depannya.  Dengan segala syak, dia bertanya,"Apa yang kau kerjakan, hingga bisa berjas rapi dan bermobil keren seperti ini.  Bolehlah kau ajarkan caranya padaku".  Lelaki perlente itu hanya menjawab singkat sambil berlalu," Saya seorang Pialang Saham, dan kau pasti bisa".

Dia terngiang dan mencari tahu.  Dia membuka diri dan belajar.  

Dengan modal tekad , semangat dan satu stel pantalon menempel di badan, dia mencari tahu, menelisik, beraksi dan berjuang.  Dia tidur di toilet stasion saat magang, karena terusir dari apartemen yang tak mampu dibayarnya : bersama anak lelaki satu-satunya.  Ucapan pria berjas dengan mobil ferarri mengubah hidupnya menjadi penuh obsesi.  Obsesi untuk sukses dan mengubah hidup. 

Alih-alih menyerah karena berbagai halangan, dia justru gagah bernasehat pada anaknya," Kalau kau punya mimpi, jaga mimpimu.  Jangan biarkan orang lain mencuri mimpi besarmu.  Kamu harus menjaga dan berjuang menggapai mimpimu, sekuat tenaga".  Dia lelaki tangguh dengan mimpi besar.

Kini dia, Chris Gardner,  memiliki Firma Pialang Sahamnya sendiri.  Dia berbicara di berbagai belahan dunia, berbagi semangat dan motivasi.  Hidupnya berubah, kini dia - yang dulu miskin, susah dan terusir - menjadi pria berjas dan bermobil Ferrari.

Dalam kehidupan, penting untuk kita menemukan "Pria Berjas dengan Mobil Ferrari". Hanya saja, kita sering menutup diri, sombong tidak jelas dan tinggi hati pada kenyataan. Merasa paling hebat dengan apa yang telah kita raih.   Kita tak mau -walau sekedar- bertanya, apalagi belajar dan bersusah-susah mengikuti "proses baru" menuju sukses.

Pria berjas dengan mobil Ferrari, ada di pertemuan-pertemuan selaturahmi : seminar, halal-bihalal atau kendurian.  Hanya dibutuhkan sedikit kerendahan hati (untuk bertanya) dan akal sehat (untuk belajar serta mencerna) agar bisa menjadi seperti mereka.

Benar adanya kata orang tua kita : Silaturahmi itu memperpanjang rezeki.  Chris Gardner, yang tak saya kenal, di buku (dan filmnya) "On Pursuit of Happyness" sudah sudi berbagi, bahwa : Hidup itu Harus Diperjuangkan.

KETEMU SESAMA ANAK MUDA

Selalu senang ketemu anak-anak muda bersemangat, bercita-cita tinggi dan bekerja cerdas. Penuh ide, meluapkan inspirasi-inspirasi baru. Cocok bergaul dengan yang muda-muda seperti saya... *sisiran*

Photo: Selalu senang ketemu anak-anak muda bersemangat, bercita-cita tinggi dan bekerja cerdas. Penuh ide, meluapkan inspirasi-inspirasi baru.   Cocok bergaul dengan yang muda-muda seperti saya... *sisiran*

BALI, 2009

BALI, 2009. Banyak yang saya bisa ingat dari perjalanan ke Bali tahun 2009 ini. Semua hal itu, membuat saya bersyukur melewati berbagai macam masa sulit. Bukankah kisah luar biasa selalu dimulai dari keputusan -yang kadang itu kecil- luar biasa ?

Saya ingat, waktu itu siang belum genap, ketika masuk telepon dari Bali. Beliau yang menelpon saya adalah franchisee saya di Bali. Beliau minta, saya sharing di Forum pengusaha Muslim Bali dan saya bersedia. Tapi beliau minta dengan hormat, agar bisa hanya mengganti biaya transportasinya udara pulang-balik saja. Saya tentu tak keberatan, pertama karena saya bukan pembicara kelas dunia dengan tarif selangit, Kedua, setelah berbicara dengan istri saya, kami sepakat menjadikan ini perjalanan keluarga. Saya nego, bisakah uang tiket pesawat dikirim tunai, dan saya akan datang pakai mobil lewat darat.

Alhamdulillah, mereka setuju. Tuhan memberi jalan yang luar biasa, untuk orang yang masih dalam kesulitan materi -maklum usaha kami berdua waktu itu belum "jejeg" berdiri - untuk bisa jalan-jalan ke Bali.

Kami berangkat, anak-anak ijin sekolah 10 hari. Mereka belajar bersama kami -orangtuanya- di jalan.

Oya, saat itu kami memiliki mobil "tua", sebuah Kia carnival Diesel tahun 2000. Mobil pilihan pengelana seperti kami sekeluarga. Mobilnya luas, lega dan diesel. Tapi karena mobil tua, ada saja penyakitnya. Kalau dipakai ke jalan menanjak, mesinnya overheat. kalau dipakai di jalanan turunan, remnya yang overheat. Tapi kami syukuri saja, yang penting aman dipakai jalan. Sebagai catatan, mobil ini bisa dibilang senyaman Alphard, itu kenapa kami memilih mobil tua ini *ngeles, padahal nggak punya duit buat beli Alphard*

Etape pertama, Bogor-Semarang. Tak banyak yang saya bisa ceritakan. Relatif lancar dan biasa saja. Paling cuma insiden pecah ban belakang di Cirebon.

Etape dua, Semarang-Bali. Dari semarang kami berangkat pagi, saat bulan belum pulang ke peraduannya, hingga sampai di Solo saat waktunya sarapan. Setelah sarapan di Solo, mobil tua ini dikebut hingga menjelang maghrib kami sampai di Probolinggo, kota yang terkenal dengan buah mangganya.

Jangan bayangkan kami berhenti dan menginap di sebuah hotel. Kami memilih berhenti, istirahat dan....mandi di sebuah pom bensin. Pom bensin ini sangat bagus, ada kamar mandi VIP (dilengkapi air panas) dan deretan penjualan makanan. Setelah beristirahat seperlunya, makan sekenyangnya (tentu ala pengelana miskin, murah meriah), tepat tengah malam kami meneruskan perjalanan.

Mengagumkan lewat di perbukitan di atas Pembangkit Listrik Paiton, lampu-lampunya -kata pak Mario Teguh- syuuuper sekali. Melewati Situbondo dalam derasnya hujan, kami sampai di pelabuhan Ketapang, banyuwangi jam 3 pagi dan langsung masuk kapal menuju Gilimanuk di bali.

Total jenderal sudah di belakang setir 20 jam-an. Capek? mungkin. Tapi itulah rahasianya. Pikiran yang gembira selalu mengalahkan rasa lelah. maka jangan heran, bila di sekitar anda banyak "pengeluh" atau orang yang hidupnya "penuh masalah" kelihatannya wajahnya lebih tua dari umurnya. Wajah capek.

Mendarat di Gilimanuk menjelang subuh, kami beristirahat sebentar foto-foto. Tentu seru, karena baru pertama kali saya (dan tentu anak-anak) berhenti dan berfoto di gapura selamat datang Pulau Bali. Seru bingiitsss...

Kami menyambangi banyak pantai sepanjang perjalanan, hal yang rada mustahil kalau kami datang sebagai turis beneran, dan sebagian pantai itu memang bukan tempat wisata. Kami berkeliling Bali, tapi justru tak mampir ke Kuta dan Sanur...terlalu "mainstream".

Selepas mengisi acara, kami langsung beranjak pergi. sengaja kami memilih jalan berbeda untuk pulang : Menyusuri pantai Utara Bali. Tujuan kami : danau bratan dan pantai Lovina. Atas jasa baik seorang kenalan, kami menyusuri dana Bratan, melewati Air terjun Git-Git di ujung depan kota Singaraja. Ada insiden kecil menjelang Git-Git, rem mobil tua kami overheat, minyam rem-nya mendidih karena jalanan yang menurun panjang. Alhamdulillah, tak apa, walau sempat mobil kami tinggal di tengah hutan menunggu pertolongan montir.

Pantai Lovina. Pantai ini terkenal dengan atraksi lumba-lumba yang muncul di pagi hari. Tentu sebagai pengelana kelas gurem, kami tak ingin menyiakan kesempatan ketemu lumba-lumba di rumahnya *maksudnya, laut*. Menyewa penginapan seharga Rp 150.000,- esoknya ber-sampan ke tengah laut, nyemplung dan ketemu lumba-lumba.

Tentu ini bukan pelajaran yang bisa diberikan guru di sekolah bukan. hanya alam yang bisa menyediakan pelajaran mahal seperti ini untuk anak-anak kami.

Dari Lovina, kami menikmati kota Seririt. Sebuah kota di Singaraja yang mayoritas penduduknya muslim. Melintasi Taman Nasional Bali barat, habitat Jalak Bali yang dilindungi. Lalu pulang melintasi pantai utara jawa.

Mengingat itu, saya selalu bersyukur bahwa Tuhan selalu menciptakan kesempatan-kesempatan buat kami. Perjalanan ini mungkin agak sulit untuk bisa kami ulang kembali, tapi ingatan soal banyak hal menarik masih selalu membekas di ingatan anak-anak kami.

Melihat foto-foto ini, saya makin yakin bahwa Tuhan Maha pengasih dan Penyayang. Memulai sebuah petualangan, bukan melulu soal uang.
 — withDriffaroza Ocha and Alifa Putri Anarghya. (13 photos)

DIANTARA HELM BAU DAN GAGANG SAPU

DIANTARA HELM BAU, GAGANG SAPU DAN CUCIAN. Tentu ini bisa berupa pencitraan belaka, atau bergaya-gaya sedemikian rupa. Itu tentu terserah yang anda yang melihatnya. Tapi, inilah pilihan saya. Bekerja di antara gantungan cucian, helm bau dan sapu yang hanya kelihatan gagangnya. Dan tentu ada proses yang musti dilalui, dinikmati. Setelah perjuangam panjang, setiap senin yang hiruk pikuk -dari teras belakang rumah- saya tak henti berbisik,"Tuhan, terimakasih sudah Baik dan Adil padaku". Bahagia itu sederhana.

Photo: DIANTARA HELM BAU, GAGANG SAPU DAN CUCIAN.  Tentu ini bisa berupa pencitraan belaka, atau bergaya-gaya sedemikian rupa.  Itu tentu terserah yang anda yang melihatnya.  Tapi, inilah pilihan saya.  Bekerja di antara gantungan cucian, helm bau dan sapu yang hanya kelihatan gagangnya.  Dan tentu ada proses yang musti dilalui, dinikmati.  Setelah perjuangam panjang, setiap senin yang hiruk pikuk -dari teras belakang rumah- saya tak henti berbisik,"Tuhan, terimakasih sudah Baik dan Adil padaku".  Bahagia itu sederhana.

RILO BADAK dan TETEH SYAHRINI

RILO SI BADAK PUTIH DAN TETEH SYAHRINI. Namanya Rilo, dia badak putih yang tinggal di Afrika. di kampung saya dulu, badak adalah nama makanan-yang di bogor makanan ini namanya balabala- tapi Rilo adalah badak yang sebenarnya.

Rilo memiliki tanduk di atas mocongnya, mungkin tepatnya sekitar kening. Saya baru tahu, bahwa tanduk itu terbuat dari keratin, sama seperti rambut kita. Mengapa Tuhan mengolah bahan yang sama menjadi bentuk yang berbeda antara tanduk di kepala badak dan rambut di kepala kita ? Tuhan Maha Tahu.

Bahkan tanpa tanduk pun, mantan-mantan bos saya dulu yang bila sedang marah selalu disebut "sedang bertanduk". barangkali itu jawaban kenapa Tuhan memberi manusia rambut yang bergerai kecil-kecil, dan bukan tanduk yang gembel, solid.

Rilo berkulit sangat tebal, itu adalah salah satu mekanisme pertahanan dia. Tapi dia takluk pada mahluk kecil bernama kutu. Kutu yang kurus kecil menempel dan akan menggembung gemuk saat sukses menghisap darah Rilo dan teman-temannya. Mengapa Tuhan seperti "berbuat jahat" pada Rilo? menciptakan mahluk pengganggu yang mengisap darahnya ?

Eh, ternyata di mana ada Rilo, ada burung pemakan kutu. Dia memberi jasa cari kutu untuk badak, dan kenyang oleh kutu yang gemuk-gemuk.

Bukankah di kehidupan kita juga begitu ? Kadang kita mengira Tuhan itu kejam karena memberi kita "kutu", anak saya yang hidup di jaman cyber menyebutnya "haters". Orang-orang yang tak suka melihat kita gembira, sukses, damai. Selalu sinis dan negatif.

Tapi jangan lupa. "kutu" atau "haters" itu juga menghidupkan kita, menghidupkan Rilo : membuat Rilo bermanfaat untuk para burung pemakan kutu.

Ingat kutu dan haters, saya teringat status seorang teman di medsos tentang teteh Syahrini (ah, dia lagi) : Sebenci-bencinya kamu sama Syahrini, senyinyir-nyinyirnya kamu sama Syahrini, tapi dia bisa belanja Hermes dan jalan-jalan ke Italia. Sedang kamu hanya berhenti dengan daster dan makan mie instan di rumah".

Rilo pasti tak kenal Syahrini. Tapi Rilo dan Syahrini sama, tak peduli pada kutu dan haters di sekelilingnya. Rilo tetap makan banyak dan Syahrini tetap manggung. Rilo tetap menikmati kutu di kulitnya menghidupi burung dan Syahrini menikmati guling-guling di rumput sambil berteriak "I Feel Free". Kutu tetap kutu dan haters tetap jadi kutukupret.

Hidup harus jalan terus, menciptakan prestasi, banyak berbagi dan banyak memberi manfaat untuk sekeliling kita.

Photo: RILO SI BADAK PUTIH DAN TETEH SYAHRINI.  Namanya Rilo, dia badak putih yang tinggal di Afrika.  di kampung saya dulu, badak adalah nama makanan-yang di bogor makanan ini namanya balabala- tapi Rilo adalah badak yang sebenarnya.

Rilo memiliki tanduk di atas mocongnya, mungkin tepatnya sekitar kening.  Saya baru tahu, bahwa tanduk itu terbuat dari keratin, sama seperti rambut kita.  Mengapa Tuhan mengolah bahan yang sama menjadi bentuk yang berbeda antara tanduk di kepala badak dan rambut di kepala kita ?  Tuhan Maha Tahu.  

Bahkan tanpa tanduk pun, mantan-mantan bos saya dulu yang bila sedang marah selalu disebut "sedang bertanduk".  barangkali itu jawaban kenapa Tuhan memberi manusia rambut yang bergerai kecil-kecil, dan bukan tanduk yang gembel, solid.   

Rilo berkulit sangat tebal, itu adalah salah satu mekanisme pertahanan dia.  Tapi dia takluk pada mahluk kecil bernama kutu.  Kutu yang kurus kecil menempel dan akan menggembung gemuk saat sukses menghisap darah Rilo dan teman-temannya.  Mengapa Tuhan seperti "berbuat jahat" pada Rilo?  menciptakan mahluk pengganggu yang mengisap darahnya ?

Eh, ternyata di mana ada Rilo, ada burung pemakan kutu.  Dia memberi jasa cari kutu untuk badak, dan kenyang oleh kutu yang gemuk-gemuk.

Bukankah di kehidupan kita juga begitu ?  Kadang kita mengira Tuhan itu kejam karena memberi kita "kutu", anak saya yang hidup di jaman cyber  menyebutnya "haters".  Orang-orang yang tak suka melihat kita gembira, sukses, damai.  Selalu sinis dan negatif.     

Tapi jangan lupa. "kutu" atau "haters" itu juga menghidupkan kita, menghidupkan Rilo : membuat Rilo bermanfaat untuk para burung pemakan kutu.

Ingat kutu dan haters, saya teringat status seorang teman di medsos tentang teteh Syahrini (ah, dia lagi) : Sebenci-bencinya kamu sama Syahrini, senyinyir-nyinyirnya kamu sama Syahrini, tapi dia bisa belanja Hermes dan jalan-jalan ke Italia.  Sedang kamu hanya berhenti dengan daster dan makan mie instan di rumah".

Rilo pasti tak kenal Syahrini.  Tapi Rilo dan Syahrini sama, tak peduli pada kutu dan haters di sekelilingnya.  Rilo tetap makan banyak dan Syahrini tetap manggung.  Rilo tetap menikmati kutu di kulitnya menghidupi burung dan Syahrini menikmati guling-guling di rumput sambil berteriak "I Feel Free".  Kutu tetap kutu dan haters tetap jadi kutukupret.

Hidup harus jalan terus, menciptakan prestasi, banyak berbagi dan banyak memberi manfaat untuk sekeliling kita.

Thursday, August 7, 2014

Pisang Kapik Uni Jun - 26 Juli 2014

PISANG KAPIK UNI JUN. Ini bukan soal Uni Jun-nya. Saya tak sempat banyak berbincang dengannya, karena tangannya sibuk membuat pisang kapik, dan melayani pembeli. Uni Jun penganut paham sedikit bicara, banyak uangnya.

Ini soal maha penting, hal Pisang Kapik. Makanan sederhana, pisang bakar yang dijepit diantara dua lembar papan, plus dilumuri bumbu kelapa parut manis. Pisang kapik "most wanted" adanya di pasar ateh (alias pasar atas) Bukittinggi. Seperti yang saya bilang, makanan ini sederhana : tapi cita rasanya tak sederhana. Magnifico.

Maestro pisang kapik tak banyak di Pasar Atas Bukittinggi, saya kira tak banyak juga se Sumatera Barat. Saya kira ini yang membuat makanan sederhana ini dijual dengan harga cukup lumayan, Rp 5000 per potongnya. Bila digoreng, harga pisang goreng -dengan bahan dan ukuran yang sama- tak lebih dari Rp 1000 per potongnya.

Uni Jun-sang maestro pisang kapik- tahu harga.

Patutlah kita belajar pada Uni Jun dan Pisang Kapik. Berapa "harga" kita di kehidupan ini? Adakah sudah wajar atau masih murah? Uni Jun memberi nilai tambah pada pisang biasa-biasa : sebuah cita rasa tak sederhana. Sehingga rasa pisang kapiknya menjadi tak sederhana dan menjadi buruan pecintanya.

Patutlah kita berkaca diri, bertanya selama ini berapa "harga" kita : mengapa ada orang yang dihargai Rp 5 juta perjamnya bahkan lebih, sementara kita yang sudah banting tulang hanya dihargai kurang dari Rp 1 juta per jamnya.

Mungkin inilah saatnya kita juga banyak memberikan nilai tambah pada diri sendiri dan orang lain di sekitar kita, supaya "harga" kita bisa naik di kehidupan.

Jangan lupa sambil merenung, comot dan kunyah sepotong pisang kapik ala Uni Jun, nanti saat buka puasa.

Photo: PISANG KAPIK UNI JUN.  Ini bukan soal Uni Jun-nya.  Saya tak sempat banyak berbincang dengannya, karena tangannya sibuk membuat pisang kapik, dan melayani pembeli.  Uni Jun penganut paham sedikit bicara, banyak uangnya.

Ini soal maha penting, hal Pisang Kapik.  Makanan sederhana, pisang bakar yang dijepit diantara dua lembar papan,  plus dilumuri bumbu kelapa parut manis.   Pisang kapik "most wanted" adanya di pasar ateh (alias pasar atas) Bukittinggi. Seperti yang saya bilang, makanan ini sederhana : tapi cita rasanya tak sederhana.  Magnifico.  

Maestro pisang kapik tak banyak di Pasar Atas Bukittinggi, saya kira tak banyak juga se Sumatera Barat.  Saya kira ini yang membuat makanan sederhana ini dijual dengan harga cukup lumayan, Rp 5000 per potongnya. Bila digoreng, harga pisang goreng -dengan bahan dan ukuran yang sama- tak lebih dari Rp 1000 per potongnya.

Uni Jun-sang maestro pisang kapik- tahu harga.

Patutlah kita belajar pada Uni Jun dan Pisang Kapik.  Berapa "harga" kita di kehidupan ini?  Adakah sudah wajar atau masih murah?    Uni Jun memberi nilai tambah pada pisang biasa-biasa : sebuah cita rasa tak sederhana.   Sehingga rasa pisang kapiknya menjadi tak sederhana dan menjadi buruan pecintanya.

Patutlah kita berkaca diri, bertanya selama ini berapa "harga" kita : mengapa ada orang yang dihargai Rp 5 juta perjamnya bahkan lebih, sementara kita yang sudah banting tulang hanya dihargai kurang dari Rp 1 juta per hari.

Mungkin inilah saatnya kita juga banyak memberikan nilai tambah pada diri sendiri dan orang lain di sekitar kita, supaya "harga" kita bisa naik di kehidupan.

Jangan lupa sambil merenung, comot dan kunyah sepotong pisang kapik ala Uni Jun,  nanti saat buka puasa.

Jam Gadang - 24 Juli 2014

JAM GADANG. Dalam setiap perjalanan seperti ini, dalam kesempatan ngobrol dan bercanda dengan anak-anak yang mulai tumbuh remaja, mulailah sangat terasa bahwa kami -bapak dan ibunya- semakin tua.

Kami mulai banyak kehilangan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kritis mereka. Kami mulai sering tergagap menghadapi bahasa-bahasa remaja mereka. Tapi, perjalanan seperti ini selalu terasa merekatkan kembali.

Waktu yang terlewat tak mungkin diulang. Dia sudah hilang. Maka, kami yang makin tua seharusnya makin "berharga". Sudah banyak waktu yang telah kami lewati.
Kami menolak menjadi orangtua yang murah, yang tak bisa memenuhi mimpi-mimpi tinggi anak-anak kami.

Kepada Waktu kami berkata : Kami akan tua, tapi kami menolak letih dan menyerah.

Photo: JAM GADANG.  Dalam setiap perjalanan seperti ini, dalam kesempatan ngobrol dan bercanda dengan anak-anak yang mulai tumbuh remaja, mulailah sangat terasa bahwa kami -bapak dan ibunya- semakin tua. 

Kami mulai banyak kehilangan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kritis mereka.  Kami mulai sering tergagap menghadapi bahasa-bahasa remaja mereka.  Tapi, perjalanan seperti ini selalu terasa merekatkan kembali.

Waktu yang terlewat tak mungkin diulang.  Dia sudah hilang.  Maka, kami yang makin tua seharusnya makin "berharga".  Sudah banyak waktu yang telah kami lewati.  
Kami menolak menjadi orangtua yang murah, yang tak bisa memenuhi mimpi-mimpi tinggi anak-anak kami.

Kepada Waktu kami berkata : Kami akan tua, tapi kami menolak letih dan menyerah.

SITINJAU LAUIK - 23 Juli 2014

SITINJAU LAUIK. Tahun 1998, almarhum ayahku menyusuri 2000 kilometer dari rumah kami di Semarang untuk menemaniku meminang seorang wanita Minang. Kini, wanita Minang itu menjadi ibu dari anak-anakku.

Tahun 1998 almarhum ayahku, laki-laki yang hebat itu, seperti biasa tak banyak berbicara. Tapi aku tahu, saat melewati jalan berkelok di Sitinjau Lauik ini, ada pergolakan besar dalam pikirannya. Dia akan melepas putra pertamanya untuk hidup bersama seorang berbudaya asing dari tanah seberang dan melewatkan lebaran demi lebaran melawati Sitinjau Lauik yang eksotis tapi menyimpan beribu bahaya ini.

Kini, tahun 2014, laki-laki hebat itu sudah tiada. Aku, penerus generasinya, melewati kembali Sitinjau Luik sebagaimana enam lebaran yang telah lewat.

Dia melewatinya bersama aku, kini aku melewatinya bersama anakku.

Kini, tahun 2014 Sitinjau Lauik tak banyak berubah. Dia tak peduli hiruk pikuk ocehan soal demokrasi, analisa sok pintar dari pengamat karbitan atau presiden baru. Dia tetap eksotis, namun angker.

Seperti Sitinjau Lauik, kitalah yang menentukan arah masa depan kita, bukan orang yang kita puji atau caci maki.

Photo: SITINJAU LAUIK.  Tahun 1997, almarhum ayahku menyusuri 2000 kilometer dari rumah kami di Semarang untuk menemaniku meminang seorang wanita Minang.  Kini, wanita Minang itu menjadi ibu dari anak-anakku.  

Tahun 1997 almarhum ayahku, laki-laki yang hebat itu, seperti biasa tak banyak berbicara.  Tapi aku tahu, saat melewati jalan berkelok di Sitinjau Lauik ini, ada pergolakan besar dalam pikirannya.  Dia akan melepas putra pertamanya untuk hidup bersama seorang berbudaya  asing dari tanah seberang dan melewatkan lebaran demi lebaran melawati Sitinjau Lauik yang eksotis tapi menyimpan beribu bahaya ini.

Kini, tahun 2014, laki-laki hebat itu sudah tiada.  Aku, penerus generasinya, melewati kembali Sitinjau Luik sebagaimana enam lebaran yang telah lewat.  

Dia melewatinya bersama aku, kini aku melewatinya bersama anakku.

Kini, tahun 2014 Sitinjau Lauik tak banyak berubah.  Dia tak peduli hiruk pikuk ocehan soal demokrasi, analisa sok pintar dari pengamat karbitan atau presiden baru.  Dia tetap eksotis, namun angker.

Seperti Sitinjau Lauik, kitalah yang menentukan arah masa depan kita sendiri, bukan orang yang kita puji atau caci maki.

Wednesday, August 6, 2014

Dikotak pak Jokowi - 10 Juli 2014

DIKONTAK PAK JOKOWI. Barusan, pukul 02.59 telepon selular saya bunyi, ada yang menelpon dari nomor yang tak saya kenal. Pas saya angkat, suara di seberang bilang,"Ini dari ajudan pak Jokowi, pak Jokowi mau berbicara dengan anda". 

Antara bingung dan kaget, saya iyakan saja permintaan itu.

"Mas Basri -betul itu nama anda ya- saya sekarang sedang menyusun Kabinet Kotak-Kotak 2014-2019," ujar suara itu, saya kenal suara itu suara pak Jokowi yang sering muncul di TV layar lebar saya. Di belakangnya sayup-sayup ada suara pak JK, rupanya beliau-beliau sedang sahur bersama sambil menyusun Kabinet.

Sambil gemetar karena syak, saya bertanya kenapa kok pak Jokowi memilih saya, serius ini? Suara pak Jokowi di seberang sana melanjutkan,"Untuk efisiensi dan efektivitas, saya berniat menggabungkan Departemen Pertanian dan Departemen Perdagangan. Departemen Pertanian dan Perdagangan".

Saya mikir, kok digabung Pertanian dan Perdagangan. Seolah bisa membaca pikiran saya, pak Jokowi menukas,"Ini saya bikin supaya orang pertanian ngerti perdagangan, jadi mereka nggak dimainin terus oleh cukong dan makelar, seperti makelar sapi misalnya. Dan agar orang perdagangan juga ngerti, petani Indonesia lihai-lihai, jadi nggak kerjanya cuma impar-impor saja".

(Note : khusus istilah impar-impor memang belum masuk dalam kamus bahasa manapun, ini istilah lokal sentral poros Semarang dan Solo saja-red).

Sambil berdehem sejenak, beliau melanjutkan,"Alasan saya memilih anda, karena saya lihat anda orang yang cocok. Anda orang Semarang -dekat dengan Solo- Sarjana IPB, dan Berdagang dusss saya tahu persis anda memiliki kedekatan dengan Departemen Pertanian. Klien Asuransi anda banyak di Departemen Pertanian kan ? ".

Waduh pikir saya, rupanya gerak-gerik saya sudah diamati intelijen. Singkatnya, Lusa bakda sholat Jumat saya diminta menghadap beliau di Istana Negara untuk pemaparan visi dan misi. Saya bilang, saya akan buatkan presentasi power point-nya selekas mungkin. Beliau bilang terimakasih, dan telepon ditutup. Jam Dinding menunjukkan pukul 03.13.

Saya sampaikan kabar gembira ini ke istri saya yang lagi manasin masakan untuk sahur. Dia bilang," Lain kali sebelum berangkat tidur, jangan makan sop duren. Sop Duren bikin mimpi kita aneh-aneh".

TV sedang menyiarkan Pertandingan Belanda lawan Argentina, saya lirik telepon seluler saya memang mati sejak kemarin karena Low Battery.

Perkara Boikot - 6 Agustus 2014

PERKARA BOIKOT. Minggu-minggu terakhir ini, masuk ke japri atau ada juga via "broadcast message" yang bertubi-tubi mengajak saya ikutan memboikot beberapa merek produk. Katakan yang saya kenal dan masih beberapa kali pakai : produk McD dan Coca Cola.

Begini, perkara boikot ini -sebelum kita bicara setuju tak setuju - kita dudukkan permasalahannya dulu. McD dan Coca Cola beroperasi di Indonesia dan "ikut menghidupi" puluhan ribu karyawan dan kalau dihitung sama keluarga para karyawan itu bisa ratusan ribu. Sampai saat ini belum ada perusahaan lokal atau "milik kita" yang bisa membuat produk pengganti, atau bisa menyediakan lapangan kerja pengganti bilamana ajakan boikot ini sukses beneran.

Saya sendiri, sebagai tukang kopi gurem, hanya mampu "berkontribusi" ikut menghidupi tidak lebih dari 500 orang mantan penganggur. Sementara yang nge-broadcast ajakan boikot masih bekerja nyaman : ada yang di bank, di perusahaan papan atas yang sahamnya listing di bursa efek, malah perusahaan besar milik "barat" ...bisa bangsa barat, bisa juga sumatera barat alias orang minang hehehe...

Nah, sekarang saya berbalik mengajak nih, lewat status tidak penting ini, yok teman-teman yang mengajak boikot, bikin yuk usaha. Malah kalau berani keluar yuk dari perusahaan tempatmu bekerja sekarang. Kita bikin usaha dari nol, kita bangun perusahaan dan produk hebat, kita tampung pengangguran dan calon pengangguran dari perusahaan yang kita akan boikot habis-habisan ini.

Kan tidak adil, kita membuat orang lain menganggur tapi kita sendiri nggak bisa menyediakan lapangan kerja alternatif. Ini pemerintah sudah kasih kemudahan, bikin PT bisa dengan modal disetor Rp 0.

Saya nggak punya saham di McD atau Coca Cola-global maupun Indonesia- jadi tak ada urusan membela-bela mereka. Saya cuma tukang kopi gurem yang belum mampu menyerap banyak pengangguran.

Barangkali dengan momentum ini saya bisa mengajak anda selain memboikot, juga menjadi pengusaha. Mungkin perkara boikot kita jadi lebih sakti.

Kita mulai dari diri kita sendiri, dari yang kecil dan dari sekarang

Photo: PERKARA BOIKOT.  Minggu-minggu terakhir ini, masuk ke japri atau ada juga via "broadcast message" yang bertubi-tubi mengajak saya ikutan memboikot beberapa merek produk.  Katakan yang saya kenal dan masih beberapa kali pakai : produk McD dan Coca Cola.

Begini, perkara boikot ini -sebelum kita bicara setuju tak setuju - kita dudukkan permasalahannya dulu.  McD dan Coca Cola beroperasi di Indonesia dan "ikut menghidupi" puluhan ribu karyawan dan kalau dihitung sama keluarga para karyawan itu bisa ratusan ribu.  Sampai saat ini belum ada perusahaan lokal atau "milik kita" yang bisa membuat produk pengganti, atau bisa menyediakan lapangan kerja pengganti bilamana ajakan boikot ini sukses beneran.

Saya sendiri, sebagai tukang kopi gurem, hanya mampu "berkontribusi" ikut menghidupi tidak lebih dari 500 orang mantan penganggur.  Sementara yang nge-broadcast ajakan boikot masih bekerja nyaman : ada yang di bank, di perusahaan papan atas yang sahamnya listing di bursa efek, malah perusahaan besar milik "barat" ...bisa bangsa barat, bisa juga sumatera barat alias orang minang hehehe...

Nah, sekarang saya berbalik mengajak nih, lewat status tidak penting ini, yok teman-teman yang mengajak boikot, bikin yuk usaha.  Malah kalau berani keluar yuk dari perusahaan tempatmu bekerja sekarang.  Kita bikin usaha dari nol, kita bangun perusahaan dan produk hebat, kita tampung pengangguran dan calon pengangguran dari perusahaan yang kita akan boikot habis-habisan ini.  

Kan tidak adil, kita membuat orang lain menganggur tapi kita sendiri nggak bisa menyediakan lapangan kerja alternatif.  Ini pemerintah sudah kasih kemudahan, bikin PT bisa dengan modal disetor Rp 0.

Saya nggak punya saham di McD atau Coca Cola-global maupun Indonesia- jadi tak ada urusan membela-bela mereka.  Saya cuma tukang kopi gurem yang belum mampu menyerap banyak pengangguran.   

Barangkali dengan momentum ini saya bisa mengajak anda selain memboikot, juga menjadi pengusaha.  Mungkin perkara boikot kita jadi lebih sakti.

Kita mulai dari diri kita sendiri, dari yang kecil dan dari sekarang

Monday, August 4, 2014

Kopi dan Kopi - 4 Agustus 2014

KOPI DAN KOPI. Kopi Rangkiang dari Sungai Tarab-Batusangkar dan kopi DAS dari Parak Anau-Padang : sama-sama kopi.

Kopi DAS lebih berasa nutty, beraroma, bubuk kopinya berwarna lebih ke coklat daripada hitam, kurang "mbody" mungkin karena proses pemanggangannya lebih berat.
Kopi Rangkiang berasa fruity dengan warna bubuk hitam, tidak asam mungkin karena bijinya sudah disimpan cukup lama, kering dan digiling "fresh" saat dipesan, plus "mbody" banget kopinya...duaarr di lidah.

Itu jarak Padang ke Batusangkar paling jauh 150 kilometer, bisa berikan kopi yang beda karakternya. Masih ragu kalau Tuhan Maha Kaya? Masih ragu kalau kekayaan Nya bakal dibagi pada kita asal mau melihat, belajar dan berusaha? Belum lagi kalau kita sadar, Tuhan sudah investasi ke kita, dalam bentuk fisik dan pikiran yang sehat. Nilainya ratusan milyar rupiah tuh. Pertanyaannya, masih mau "begini-begini" saja?

Pesan ini dipersembahkan oleh MISTERBLEK Coffee. Nggak Ngopi, Nggak Trendy. #rcnocrop

Photo: KOPI DAN KOPI.  Kopi Rangkiang dari Sungai Tarab-Batusangkar dan kopi DAS dari Parak Anau-Padang : sama-sama kopi.  

Kopi DAS lebih berasa nutty,  beraroma, bubuk kopinya berwarna lebih ke coklat daripada hitam, kurang "mbody" mungkin karena proses pemanggangannya lebih berat.
Kopi Rangkiang berasa fruity dengan warna bubuk hitam, tidak asam mungkin karena bijinya sudah disimpan cukup lama, kering dan digiling "fresh" saat dipesan, plus "mbody" banget kopinya...duaarr di lidah.

Itu jarak Padang ke Batusangkar paling jauh 150 kilometer, bisa berikan kopi yang beda karakternya.  Masih ragu kalau Tuhan Maha Kaya?  Masih ragu kalau kekayaan Nya bakal dibagi pada kita asal mau melihat, belajar dan berusaha?  Belum lagi kalau kita sadar, Tuhan sudah investasi ke kita, dalam bentuk fisik dan pikiran yang sehat.  Nilainya ratusan milyar rupiah tuh.  Pertanyaannya, masih mau "begini-begini" saja?

Pesan ini dipersembahkan oleh MISTERBLEK Coffee.  Nggak Ngopi, Nggak Trendy. #rcnocrop

Sangat Jleeebb - 4 Agustus 2014

Sangaat Jleebb di hari Senin abis libur panjang. Ngaku aja....

Photo: Sangaat Jleebb di hari Senin abis libur panjang. Ngaku aja....

Pesan dari Teman - 2 Agustus 2014

Pesan dari teman...bagus.

Photo

Long Way Down - 2 Agustus 2014

It's a long way down. Lengkap sudah : 30 jam berkendara, 3270 kilometer, 7 propinsi, 12 kota sudah disinggahi. Memang baru sepotong kecil, tapi potongan mosaik itu seharusnya makin menebalkan rasa syukur. Tuhan Maha Kaya.

Berdagang Penuh Cinta - 30 Juli 2014


BERDAGANG DENGAN PENUH CINTA. Saya tak bisa, walau hanya untuk sekedar bertanya namanya. Sepasang kakek dan nenek ini sibuk melayani pembeli kedai sotonya. Di Pasar Raya Padang, bukan di mall atau pertokoan besar, mereka berdagang.

Sudah 45 tahun mereka berdagang. Tak kenal tahun baru, Lebaran atau Presiden Baru. Tak pernah berjanji potong kelamin atau meng-hacking kedai soto orang lain. Mereka tulus melayani, tersenyum walau usia sudah senja.

Mereka berdagang dengan penuh cinta.
---------------------------
(Note : sayang wajah nenek tak terlihat, gambar wanita cantik berkerudung ungu ini adalah istri saya, bersama anaknya. Ditulis dengan penuh cinta juga).
 — with Driffaroza Ocha and 2 others.

Photo: BERDAGANG DENGAN PENUH CINTA.  Saya tak bisa, walau hanya untuk sekedar bertanya namanya.  Sepasang kakek dan nenek ini sibuk melayani pembeli kedai sotonya.  Di Pasar Raya Padang, bukan di mall atau pertokoan besar, mereka berdagang.  

Sudah 45 tahun mereka berdagang. Tak kenal tahun baru, Lebaran atau Presiden Baru.  Tak pernah berjanji potong kelamin atau meng-hacking kedai soto orang lain.  Mereka tulus melayani, tersenyum walau usia sudah senja.

Mereka berdagang dengan penuh cinta.
---------------------------
(Note : sayang wajah nenek tak terlihat, gambar wanita cantik berkerudung ungu ini adalah istri saya, bersama anaknya.  Ditulis dengan penuh cinta juga).

Imajinasi Gila - 29 Juli 2014

Alhamdulillah, lebaran tahun ini bisa keliling Eropah pakai kereta supercepat TGV, dan berkesempatan menikmati London Eye. Bahagia itu sederhana, apalagi ditambah imajinasi agak gila.

Photo: Alhamdulillah, lebaran tahun ini bisa keliling Eropah pakai kereta supercepat TGV, dan berkesempatan menikmati London Eye.  Bahagia itu sederhana, apalagi ditambah imajinasi agak gila.

Hidup harus Diperjuangkan - 29 Juli 2014

Siang belum genap, lebaran belum lagi usai : mereka sudah bergerak seirama, menarik jala. Hidup memang harus diperjuangkan.

Photo: Siang belum genap, lebaran belum lagi usai : mereka sudah bergerak seirama, menarik jala.  Hidup memang harus diperjuangkan.

Ngobak Ikan itu Bahagia - 27 Juli 2014

Bahagia itu Sederhana : Mertua yang susah payah mengurus empangnya, menantu yang datang dua tahun sekali yang ngobak ikannya.

Photo: Bahagia itu Sederhana : Mertua yang susah payah mengurus empangnya, menantu yang datang dua tahun sekali yang ngobak ikannya.