Ibu Maria, pemandu wisata yang menemani kami berkeliling Kuala
Lumpur minggu lalu, tertawa terbahak ketika salah satu dari kami bilang
ingin ke Petronas untuk berfoto.
Katanya dengan logat Melayu yang
kental,"Kalau bapak dan ibu ingin berfoto di Petronas, saya akan bawa
bapak dan ibu ke gas station (SPBU) terdekat". dan kesampaianlah para
turis-turisan ini berpose di depan gedung kembar dengan desain
melingkar-lingkar : Menara Kembar (Twin Tower) KLCC, tempat Petronas
berkantor pusat.
Gagasan membuat menara ini muncul dari
keprihatinan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Tun Dr Mahathir
Mohammad. Malaysia hanya negara kecil, penduduknya tak sampai 10%
penduduk negara saudara tuanya yang sudah lebih dulu merdeka. Tidak ada
apa-apanya, dan bukan siapa-siapa. Melihat Malaysia, saya seperti
melihat Sumatera Barat dan Riau. Mirip.
Pak Mahathir berfikir,
Malaysia bila tak punya ikon, maka akan dilupakan dunia. Malaysia harus
punya ikon bila itu tak terbesar maka ikon itu harus tertinggi sedunia ,
demikian katanya.
Gagasan besar itu diwujudkan, dan pada 1 Maret
1993 tanah sudah mulai digali. Cesar Pelli, arsitek Amerika keturunan
Argentina memeras otak, dan lahirlah sebuah desain post modern dengan
"aroma" Islam. Tapi semua gagasan besar memang lahir setelah
berhadapan dengan berbagai kendala, hambatan dan kesulitan. Tanah
tempat gedung ini akan dibuat adalah ujung tebing berbatu keras. Namun
di sudut lainnya adalah tanah labil yang -nyaris- mustahil menahan beban
sebuah gedung tinggi (dan pasti berat).
Disitulah letak kekuatan
kesungguhan hati. Maka Menara kembar ini lahir sebagai gedung dengan
pondasi paling dalam sedunia. Menelan lebih dari 35.000 ton beton cor.
Untuk menyelesaikan pondasi saja, perlu waktu 12 bulan.
Bukankah memang seperti itu, "bangunan" yang kokoh haruslah disusun dari
"pondasi" yang kokoh pula? dan butuh waktu lama untuk menciptakan
"pondasi" yang kokoh itu.
Berbagai tantangan mulai bermunculan,
dari mulai pembiayaan (yang akhirnya melibatkan dua konsorsium dari dua
negara yang berbeda untuk dua towe itu : Korea dan Jepang) hingga proses
pembangunan 88 lantai yang memerlukan banyak besi itu. Alih-alih
menyerah, untuk menekan biaya, bangunan ini lebih mengandalkan sususan
beton daripada konstruksi besi -yang biasa dipakai untuk gedung tinggi-
untuk menghemat biaya.
Bukankah memang seperti itu, untuk bisa
mewujudkan gagasan besar diperlukan kreativitas yang tak sedikit? dan
kreativitas itu terbetik karena adanya ilmu serta wawasan yang luas.
Menara 88 lantai sudah hampir rampung, tapi menara dua ternyata miring
25 mm dari posisi vertikal seharusnya. Sebuah upaya genting dilakukan,
beberapa bagian harus dihncurkan kembali untuk meluruskannya. Dan itu
jamak saja dalam sebuah usaha, tak semua bisa mulus sesuai rencana walau
kita sudah menghitung dan merancangnya dengan masak. Kadang, kita
harus susah payah mengulangnya dari mula.
Tepat tanggal 1 Agustus
1999 gedung ini diresmikan. Dunia memalingkan muka ke Malaysia.
Menara Kembar yang dihubungkan dengan jembatan sepanjang 170 meter ini
sempat menjadi Gedung tertinggi di dunia (1998-2004), dan hingga kini
menjadi ikon pariwisata Malaysia. Tak lengkap ke Malaysaia bila tak
berfoto dengan latar gedung ini di belakangnya.
Maka, Bukankah
demikian juga dengan hidup kita. Sebuah negara kecil di seberang
jendela kita mengajarkan, milikilah ikon (prestasi, ilmu, keahlian) yang
bermanfaat. Niscaya dunia akan mengakui kita.