Tuesday, May 12, 2015

Menara kembar - 23 Februari 2015

Ibu Maria, pemandu wisata yang menemani kami berkeliling Kuala Lumpur minggu lalu, tertawa terbahak ketika salah satu dari kami bilang ingin ke Petronas untuk berfoto.
Katanya dengan logat Melayu yang kental,"Kalau bapak dan ibu ingin berfoto di Petronas, saya akan bawa bapak dan ibu ke gas station (SPBU) terdekat". dan kesampaianlah para turis-turisan ini berpose di depan gedung kembar dengan desain melingkar-lingkar : Menara Kembar (Twin Tower) KLCC, tempat Petronas berkantor pusat.
Gagasan membuat menara ini muncul dari keprihatinan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Tun Dr Mahathir Mohammad. Malaysia hanya negara kecil, penduduknya tak sampai 10% penduduk negara saudara tuanya yang sudah lebih dulu merdeka. Tidak ada apa-apanya, dan bukan siapa-siapa. Melihat Malaysia, saya seperti melihat Sumatera Barat dan Riau. Mirip.
Pak Mahathir berfikir, Malaysia bila tak punya ikon, maka akan dilupakan dunia. Malaysia harus punya ikon bila itu tak terbesar maka ikon itu harus tertinggi sedunia , demikian katanya.
Gagasan besar itu diwujudkan, dan pada 1 Maret 1993 tanah sudah mulai digali. Cesar Pelli, arsitek Amerika keturunan Argentina memeras otak, dan lahirlah sebuah desain post modern dengan "aroma" Islam. Tapi semua gagasan besar memang lahir setelah berhadapan dengan berbagai kendala, hambatan dan kesulitan. Tanah tempat gedung ini akan dibuat adalah ujung tebing berbatu keras. Namun di sudut lainnya adalah tanah labil yang -nyaris- mustahil menahan beban sebuah gedung tinggi (dan pasti berat).
Disitulah letak kekuatan kesungguhan hati. Maka Menara kembar ini lahir sebagai gedung dengan pondasi paling dalam sedunia. Menelan lebih dari 35.000 ton beton cor. Untuk menyelesaikan pondasi saja, perlu waktu 12 bulan.

Bukankah memang seperti itu, "bangunan" yang kokoh haruslah disusun dari "pondasi" yang kokoh pula? dan butuh waktu lama untuk menciptakan "pondasi" yang kokoh itu.
Berbagai tantangan mulai bermunculan, dari mulai pembiayaan (yang akhirnya melibatkan dua konsorsium dari dua negara yang berbeda untuk dua towe itu : Korea dan Jepang) hingga proses pembangunan 88 lantai yang memerlukan banyak besi itu. Alih-alih menyerah, untuk menekan biaya, bangunan ini lebih mengandalkan sususan beton daripada konstruksi besi -yang biasa dipakai untuk gedung tinggi- untuk menghemat biaya.

Bukankah memang seperti itu, untuk bisa mewujudkan gagasan besar diperlukan kreativitas yang tak sedikit? dan kreativitas itu terbetik karena adanya ilmu serta wawasan yang luas.
Menara 88 lantai sudah hampir rampung, tapi menara dua ternyata miring 25 mm dari posisi vertikal seharusnya. Sebuah upaya genting dilakukan, beberapa bagian harus dihncurkan kembali untuk meluruskannya. Dan itu jamak saja dalam sebuah usaha, tak semua bisa mulus sesuai rencana walau kita sudah menghitung dan merancangnya dengan masak. Kadang, kita harus susah payah mengulangnya dari mula.

Tepat tanggal 1 Agustus 1999 gedung ini diresmikan. Dunia memalingkan muka ke Malaysia. Menara Kembar yang dihubungkan dengan jembatan sepanjang 170 meter ini sempat menjadi Gedung tertinggi di dunia (1998-2004), dan hingga kini menjadi ikon pariwisata Malaysia. Tak lengkap ke Malaysaia bila tak berfoto dengan latar gedung ini di belakangnya.

Maka, Bukankah demikian juga dengan hidup kita. Sebuah negara kecil di seberang jendela kita mengajarkan, milikilah ikon (prestasi, ilmu, keahlian) yang bermanfaat. Niscaya dunia akan mengakui kita.

No comments:

Post a Comment