Wednesday, August 20, 2014

TAK LENGKAP, TAPI MELENGKAPI

TAK LENGKAP, TAPI MELENGKAPI. Menonton ulang video sesi sharingnya di sebuah sekolah, membuat saya tercenung tadi pagi. Dia tak bertangan, dan tak berkaki. Bahkan ginjalnyapun tak genap.

Tapi dia bercita-cita tinggi. Mungkin lebih tepat menyebutnya sebagai mimpi. Dia ingin bisa berenang, dan dia belajar berenang. Dia berangan mengayun stik golf, dan dia memainkannya. Dia tak punya tangan, dan juga kaki tapi dia bisa melakukannya.

Dia bersyukur dan berbahagia.

Coba lihat wajah tua kita dalam cermin. Pergi jalan-jalan tak bisa, alasannya jalan-jalan itu milik para pemuja dunia. Naik haji atau umroh tak sanggup, alasannya nada panggilan belum berdegub. Maka alih-alih membagikan kegembiraan, kebahagiaan dan keberlimpahan, yang bisa dibagikan oleh wajah tua dalam cermin itu hanya berbuncah galau, segunung kekhawatiran dan ujung-ujung runcing kecurigaan.

Nick Vujicic, saya -agak yakin- bukan pemuja dunia. Dia sudah berkeliling dunia, termasuk datang ke Indonesia, berbagi optimisme, semangat dan keyakinan : bahwa Tuhan tidak akan melakukan salah desain pada makhluknya. Tuhan sudah memberi "modal" bagi manusia, untuk menjadi makhluk berkelimpahan. Hanya saja, kita selalu kurang memahaminya. Mata kita terbuka, tapi kita buta.

Nick : dia tak lengkap, tapi dia melengkapi kita. Dia jelas tak berkekurangan, karena dia sudah berbagi.

Photo: TAK LENGKAP, TAPI MELENGKAPI.  Menonton ulang video sesi sharingnya di sebuah sekolah, membuat saya tercenung tadi pagi.  Dia tak bertangan, dan tak berkaki.  Bahkan ginjalnyapun tak genap.

Tapi dia bercita-cita tinggi.  Mungkin lebih tepat menyebutnya sebagai mimpi.  Dia ingin bisa berenang, dan dia belajar berenang.  Dia berangan mengayun stik golf, dan dia memainkannya.  Dia tak punya tangan, dan juga kaki tapi dia bisa melakukannya.

Dia bersyukur dan berbahagia.

Coba lihat wajah tua kita dalam cermin.  Pergi jalan-jalan tak bisa, alasannya jalan-jalan itu milik para pemuja dunia.  Naik haji atau umroh tak sanggup, alasannya nada panggilan belum berdegub.  Maka alih-alih membagikan kegembiraan, kebahagiaan dan keberlimpahan, yang bisa dibagikan oleh wajah tua dalam cermin itu hanya berbuncah galau, segunung kekhawatiran dan ujung-ujung runcing kecurigaan.

Nick Vujicic, saya -agak yakin-  bukan pemuja dunia.  Dia sudah berkeliling dunia, termasuk datang ke Indonesia, berbagi optimisme, semangat dan keyakinan : bahwa Tuhan tidak akan melakukan salah desain pada makhluknya.  Tuhan sudah memberi "modal" bagi manusia, untuk menjadi makhluk berkelimpahan.  Hanya saja, kita selalu kurang memahaminya.  Mata kita terbuka, tapi kita buta.

Nick :  dia tak lengkap, tapi dia melengkapi kita.  Dia jelas tak berkekurangan, karena dia sudah berbagi.

No comments:

Post a Comment