ORANG
KECIL. Perkenalkan pak Slamet. Beliau chef penghidang makan siangku
kemarin. Soal nama "Slamet" saya tak tahu, itu nama keren atau nama
sebenarnya. Bilapun itu nama keren dan bukan nama asli, setidaknya dia
jujur soal asal muasalnya : Wonogiri. Dari survey pada pedagang bakso
yang acap saya lakukan, kebanyakan mengaku berasal dari Solo, padahal
Wonogiri sebenarnya. Entah kenapa. Di pujasera kompleks Gedung Departemen Perdagangan dia berdagang, bersama istri satu-satunya.
Mungkin karena arus informasi, globalisasi dan pengaruh MEA 2015, dia
menghidangkan soto mie bogor bercita rasa soto banyumas komplit dengan
ketupat dan taburan kacang tanah goreng. Enak.
Kemarin, untuk
ke sekian, saya makan di bangku sederhans depan rombongnya. Ngobrol
kiri kanan hingga tiba saat membayar. Satu porsi dengan teh botol, Rp
18.000. Dua minggu lalu masih Rp 15.000,-. Jawabannya sederhana, dan
pasti anda jago menebaknya : semua naik bos....Saat saya tanya apakah
pelanggannya marah-marah, merusak rombong atau mencaci maki
"kebijakannya"? Dia bilang : tidak.
Pak Slamet adalah orang
yang biasa disebut orang kecil.Pak Slamet sebagai orang kecil, yang
dijadikan alasan "perjuangan" sesungguhnya manusia cinta damai. Dia
tidak marah-marah di tengah pasar, merusak, menghujat menghadapi
kenyataan. Dia menaikkan harga jual, dan bertahan hidup lebih karena
memang itu yang dia bisa lakukan. Saya musti belajar ilmu bertahan ala
pak Slamet ini...dan pak Slamet-pak Slamet lainnya.
Dia tahu, setiap masalah datang pasti satu paket dengan penyelesainnya.
Pak Slamet adalah orang yang biasa disebut orang kecil. Disebut orang
kecil tentu oleh orang besar, atau orang yang merasa lebih besar. Besar
ukuran tubuh, besar peranan hidup dan paling sering oleh orang yang
besar omongan serta teriakan daripada hasil karyanya.
No comments:
Post a Comment