Monday, December 8, 2014

Orang Kecil, 27 November 2014

ORANG KECIL. Perkenalkan pak Slamet. Beliau chef penghidang makan siangku kemarin. Soal nama "Slamet" saya tak tahu, itu nama keren atau nama sebenarnya. Bilapun itu nama keren dan bukan nama asli, setidaknya dia jujur soal asal muasalnya : Wonogiri. Dari survey pada pedagang bakso yang acap saya lakukan, kebanyakan mengaku berasal dari Solo, padahal Wonogiri sebenarnya. Entah kenapa. Di pujasera kompleks Gedung Departemen Perdagangan dia berdagang, bersama istri satu-satunya.

Mungkin karena arus informasi, globalisasi dan pengaruh MEA 2015, dia menghidangkan soto mie bogor bercita rasa soto banyumas komplit dengan ketupat dan taburan kacang tanah goreng. Enak.

Kemarin, untuk ke sekian, saya makan di bangku sederhans depan rombongnya. Ngobrol kiri kanan hingga tiba saat membayar. Satu porsi dengan teh botol, Rp 18.000. Dua minggu lalu masih Rp 15.000,-. Jawabannya sederhana, dan pasti anda jago menebaknya : semua naik bos....Saat saya tanya apakah pelanggannya marah-marah, merusak rombong atau mencaci maki "kebijakannya"? Dia bilang : tidak.

Pak Slamet adalah orang yang biasa disebut orang kecil.Pak Slamet sebagai orang kecil, yang dijadikan alasan "perjuangan" sesungguhnya manusia cinta damai. Dia tidak marah-marah di tengah pasar, merusak, menghujat menghadapi kenyataan. Dia menaikkan harga jual, dan bertahan hidup lebih karena memang itu yang dia bisa lakukan. Saya musti belajar ilmu bertahan ala pak Slamet ini...dan pak Slamet-pak Slamet lainnya.

Dia tahu, setiap masalah datang pasti satu paket dengan penyelesainnya.

Pak Slamet adalah orang yang biasa disebut orang kecil. Disebut orang kecil tentu oleh orang besar, atau orang yang merasa lebih besar. Besar ukuran tubuh, besar peranan hidup dan paling sering oleh orang yang besar omongan serta teriakan daripada hasil karyanya.

No comments:

Post a Comment